Pengamat Valas, Farial Anwar menyatakan peredaran uang palsu selalu meningkat setiap menjelang pemilu. Hal itu dikarenakan para caleg harus mengeluarkan biaya besar saat kampanye sementara kemampuan keuangan mereka tidak mumpuni.
"Peredaran uang palsu memang selalu meningkat sebelum pemilu. Para calon legislatif (caleg) perlu pegang rupiah, bukan dolar untuk kebutuhan kampanye selama satu sampai tiga bulan," ungkap Farial seperti dikutip Liputan6.com.
Farial sendiri tak bermaksud menuding para caleg sebagai pelaku pencetak uang palsu. Namun tindakan kriminal tersebut dilakukan karena ada caleg yang tidak mampu membiayai kampanyenya.
Dia mencontohkan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para caleg untuk kampanye seperti pembuatan kaos, spanduk, bagi-bagi sembako dan lainnya. "Jadi perlu uang banyak. Kalau dari kantong sendiri tidak akan mampu, jadi uang-uang 'siluman' dan tidak halal pun dipakai juga," kata Farial.
Diperkirakan, pencetakan dan peredaran uang palsu ini akan terus terjadi hingga pemilihan presiden dan caleg di masa yang akan datang.
Lain halnya dengan pernyataan Farial, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengungkapkan bahwa berdasarkan data statistik BI sejak tahun 2004, tidak ada korelasi antara jumlah uang palsu dengan Pemilu.
Pihak BI akan terus terus meminimalisir jumlah uang palsu yang beredar dengan cara sosialisasi mulai dari cara perawatan uang dan membedakan antara uang palsu dan uang asli.
[asa]
sc: buletin indonesia
"Peredaran uang palsu memang selalu meningkat sebelum pemilu. Para calon legislatif (caleg) perlu pegang rupiah, bukan dolar untuk kebutuhan kampanye selama satu sampai tiga bulan," ungkap Farial seperti dikutip Liputan6.com.
Farial sendiri tak bermaksud menuding para caleg sebagai pelaku pencetak uang palsu. Namun tindakan kriminal tersebut dilakukan karena ada caleg yang tidak mampu membiayai kampanyenya.
Dia mencontohkan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para caleg untuk kampanye seperti pembuatan kaos, spanduk, bagi-bagi sembako dan lainnya. "Jadi perlu uang banyak. Kalau dari kantong sendiri tidak akan mampu, jadi uang-uang 'siluman' dan tidak halal pun dipakai juga," kata Farial.
Diperkirakan, pencetakan dan peredaran uang palsu ini akan terus terjadi hingga pemilihan presiden dan caleg di masa yang akan datang.
Lain halnya dengan pernyataan Farial, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengungkapkan bahwa berdasarkan data statistik BI sejak tahun 2004, tidak ada korelasi antara jumlah uang palsu dengan Pemilu.
Pihak BI akan terus terus meminimalisir jumlah uang palsu yang beredar dengan cara sosialisasi mulai dari cara perawatan uang dan membedakan antara uang palsu dan uang asli.
[asa]
sc: buletin indonesia